Selasa, 24 Agustus 2010

MENUMBUHKAN KEULETAN

Kutipan Artikel :


Di sebuah warung, saya mendapatkan pemandangan yang mengharukan. Seorang bapak dan anaknya yang berusia kira – kira empat tahunan masuk dan memesan makanan ketika saya baru saja mendapatkan pesanan. Karena orang lalu lalang keluar masuk ke warung itu, saya tidak begitu memperhatikan bapak dan anaknya itu. Mereka duduk di depan saya, tidak berhadap – hadapan, tapi membelakangi saya. Saya masih saja asyik dengan sendok dan mangkuk. Namun, saya sejenak tertegun ketika makanan diantarkan kepada mereka.

Bapak itu hanya memesan satu piring nasi dengan ayam goreng. Hanya satu saja. Dan nasi itu ternyata hanya untuk sang anak. Sedang sang bapak hanya menemani anaknya makan. Saya mengira mungkin bapak itu sudah makan di rumahnya. Namun dugaan saya salah. Bapak itu makan bersama – sama anaknya dari satu piring nasi dengan sepotong ayam! Untuk beberapa saat saya berhenti mengunyah dan meletakkan sendok. Memandangi bapak anak itu diam – diam.
Jika anda duduk bersama – sama saya dan menyaksikan itu, mungkin anda juga akan trenyuh. Atau mungkin bagi anda yang sudah begitu sering menyaksikan adegan serupa, merasa biasa – biasa saja. Akan tetapi, saya kira, ada baiknya kita membiasakan bersimpati dengan orang – orang yang hidup dengan keadaan seperti itu. Bisa jadi kita sering membuang – buang makanan. Tanpa rasa sayang sedikitpun. Padahal, bagi orang lain itu bisa berarti begitu berharga. Anda mungkin orang yang biasa mengeluarkan uang lima puluh ribuan rupiah hanya untuk secangkir kopi, padahal bagi orang lain, uang senilai itu digunakan untuk makan selama satu minggu.
Ada baiknya kita berlaku hidup sederhana meskipun kita mampu. Banyak orang – orang di sekitar kita yang keadaan ekonominya tidak sebaik kita. Jika kita hidup dengan sederhana, minimal tidak ada kecemburuan sosial yang akan timbul.
Dan kabar yang lebih baik, kesederhanaan dan keprihatinan ternyata dapat menempa jiwa manusia menjadi lebih tekun dan ulet. Sebaliknya, orang yang bisa dengan mudah mendapatkan apapun yang diinginkannya, kebanyakan tidak akan menjadi pribadi tangguh. Kehendak mereka tidak akan kuat. Karakter mereka lemah dan mereka tidak akan tahan terhadap tekanan.
Diperlukan tekad yang kuat untuk bisa hidup sederhana dan prihatin. Kita yang biasa mendapatkan dan memanfaatkan bermacam fasilitas dalam hidup, tentu akan merasa berat untuk hidup dalam kebersahajaan. Namun, jiwa kita memang harus dilatih untuk hidup demikian. Rasa berat di awal, tidak akan terus berlangsung hingga ke tengah dan akhir perjalanan.
Nanti, saat tubuh kita sudah terbiasa menjalani kekurangan, kita akan dapatkan kehendak kita pun menguat. Kekurangan yang kita alami akan membuat kita peka bahwa masih ada begitu banyak hal yang harus kita capai. Dan untuk mencapai itu, kita perlu bekerja keras.
Bapak dan anak yang saya dapati di warung kemarin, memiliki sebuah modal yang banyak tidak disadari sebagian besar orang. Mudah – mudahan hidup yang mereka alami akan memunculkan potensi si anak yang luar biasa.

Tidak ada komentar: