Kamis, 27 November 2014

BELAJAR DAN MENGAJAR

SEBUAH DEFINISI

Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon, demikian menurut teori behavioristik. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.


Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada peserta didik seperti alat peraga, pedoman kerja atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar peserta didik, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru, sebagaimana yang dikemukakan oleh Thorndike (dalam Budiningsih, 2004: 21) bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon.


STIMULUS adalah apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap oleh indera. sedangkan RESPON adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud konkrit (dapat diamati) atau tidak konkrit (tidak dapat diamati).


Faktor lain yang juga dianggap penting menurut teori behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement), yaitu apa saja yang diberikan guru dalam proses pembelajaran peserta didik yang dapat memperkuat timbulnya respon. 


Hal ini dikemukakan oleh Skinner bahwa “kita semua dikontrol oleh banyak rancangan penguatan, sebagian disengaja, sebagian kebetulan. Jika penguatan positif yang digunakan oleh para pemodifikasi perilaku lebih efektif daripada yang lainnya, sekaligus lebih menyenangkan bagi pelajar dan lebih bagus efeknya, mengapa hal itu harus dikritik?, tidakkah lebih baik kita dikontrol secara menyenangkan oleh orang yang baik daripada kita dikontrol oleh berbagai hal yang seringkali berlawanan dan egoistic?” (dalam Winfred F. Hill, 1990: 121).


Pendapat lain mengenai Belajar sebagai perubahan behavior, dikemukakan oleh Hamalik (2001:27) bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar . Jadi belajar merupakan modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses atau kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas lagi yaitu mengalami. Jadi belajar merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.


Sedangkan Gagne dalam Purwanto (1986:85) menyatakan bahwa “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus dengan isi ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi dan sewaktu sesudah ia mengalami situasi tadi.” Pendapat senada dikemukakan oleh Tabrani (1990:25) bahwa belajar dapat juga diartikan sebagai perubahan perilaku yang ditujukan sebagai akibat dari pengalaman, belajar merupakan suatu proses tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.


Jadi dapat disimpulkan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan. Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadi perubahan sikap atau perilaku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.


Menurut teori kognitif, belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya, belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2004: 34).


Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi/penyeimbangan. Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru. Sedangkan proses equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (Budiningsih, 2004: 40).


Jerome Bruner (1966) menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:



  1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
  2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan informasi secara realis.
  3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
  4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
  5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
  6. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternative secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi (Budiningsih, 2004: 40).

Teori kognitif lebih mementingkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar. Kebebasan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran amat diperhitungkan agar belajar menjadi lebih bermakna bagi peserta didik. Hanya dengan mengaktifkan peserta didik secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan serta pengalaman dapat terjadi dengan baik.

Menurut pandangan teori konstruktivis, belajar merupakan proses mengkonstruksi pengetahuan. Pengetahuan dihasilkan dari proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya maka pengetahuan dan pemahaman tentang objek serta lingkungannya tersebut akan meningkat dan semakin rinci (Budiningsih. 2004: 57).


Von Galserfeld (dalam Budiningsih, 2004: 57) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lainnya.


Berdasarkan uraian di atas, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan pengetahuan yang harus dilakukan oleh subjek yang belajar dengan cara aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Pada hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada peserta didik. Artinya, yang paling menentukan terjadinya gejala belajar adalah motivasi belajar pada diri peserta didik sendiri.


Belajar merupakan suatu proses atau kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas lagi yaitu mengalami. Jadi belajar merupakan langkah-langkah atau prosedur yang di tempuh.


Jadi belajar dapat disimpulkan sebagi suatu proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan. Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadi perubahan sikap atau perilaku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.


Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar peserta didik. Beberapa pengertian mengajar antara lain dikemukakan Burton dalam Abdul Azis W (2007: 7) “Teaching is the stimulation, guidance, direction and encouragement of learning”. Jadi mengajar merupakan kegiatan mendorong dan membimbing peserta didik agar melakukan kegiatan belajar.


Beberapa penjelasan juga dikemukakan oleh Abdul Azis W (2001: 7) sebagai berikut:


(1) mengajar adalah komunikasi antara dua orang atau lebih dimana antara keduanya terdapat saling mempengaruhi melalui pemikiran-pemikiran mereka dan belajar sesuatu dari interaksi itu.

(2) mengajar adalah mengisi pemikiran peserta didik dengan berbagai informasi dan pengetahuan tentang fakta untuk kegunaan pada masa yang akan datang. 

(3) Mengajar adalah proses dimana pelajar, guru, kurikulum dan variable lainnya disusun dengan cara yang sistematis guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 


(4) Mengajar adalah mendorong lahirnya motivasi untuk belajar.


Sereuder dalam Roestiyah (1982: 12) menyatakan bahwa “Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dengan memakai bahan pelajaran sebagai medium untuk membawa anak-anak dalam pembentukan pribadi termasuk kegiatan pembentukan kejasmanian”.


Pendapat lain dikemukakan oleh Sardiman (2001: 3), mengajar diartikan sebagai kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, nilai dan sikap yang membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.


Sedangkan Howard dalam Roestiyah (1982: 13) mengemukakan pengertian mengajar sebagai suatu aktivitas untuk mencoba menolong atau membimbing seseorang untuk mendapat, merubah atau mengembangkan skill, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan.


Jadi, mengajar adalah kegiatan membimbing peserta didik yang direncanakan secara sistematis, melalui proses komunikasi dan interaksi ditujukan untuk merangsang motivasi peserta didik dalam mempelajari sesuatu yang baru, mengarahkan pada pembentukan prilaku yang sudah ditetapkan, membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan serta mendorong peserta didik untuk memiliki keberanian dan antusiasme dalam mencapai tujuan belajar secara maksimum. Dan tujuan utama mengajar adalah membantu peserta didik untuk menjawab tantangan lingkungannya dengan cara yang efektif.


Sumber : http://ridwan202.wordpress.com/2014/11/16/belajar-dan-mengajar/

Tidak ada komentar: